ABORSI
Aborsi
merupakan upaya
penghentian kehamilan ketika janin belum dapat hidup di luar kandungan. Usia
kehamilan umumnya ditentukan maksimal 20 minggu untuk bisa diambil tindakan
aborsi.
Aborsi
hanya dapat dilakukan sebelum kehamilan 6 minggu. Tindakan harus diambil
atas izin ibu hamil maupun suaminya. Tidak boleh sembarangan, aborsi harus
dilaukan oleh tenaga yang kompeten dan di fasilitas kesehatan yang telah
ditentukan.
ABORSI DI Indonesia
Kasus aborsi
atau pengguguran kandung di Indonesia diperkirakan mencapai angka 2,5 juta per
tahun. Pelakunya mulai perempuan usia remaja sampai orang dewasa.Wakil Ketua
Umum Perhimpunan Dokter Spesialias Andrologi Indonesia (Persandi), Prof Dr dr
Wimpie Pangkahila SpAnd, mengatakan kasus aborsi ini tersebar merata dari kota
sampai desa.“Dari 2,5 juta kasus itu, antara 10%-20% pelakunya perempuan usia
remaja,” katanya kepada wartawan di sela Life Extension Strategies and Recent
Reproductive Healt Issues di Hotel Patra Semarang, Rabu (18/4/2012).
Kalau di
wilayah perkotaan, untuk melakukan aborsi ditangani oleh dokter, sedang di
wilayah pedesaan yang melakukan aborsis dukun. Menurutnya angka kasus aborsi di
Indonesia tercatat lebih tinggi dibandingkan negara lain di Asia, seperti
Singapura dan Korea Selatan.
Tingginya
kasus aborsi ini, lanjut Prof Wimpie, antara lain karena semakin terbukanya
perilaku pacaran, serta peran keluarga yang longgar dalam melakukan pengawasan
terhadap anak-anaknya.
Resiko kesehatan dan keselamatan fisik:
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
1. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
2. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
3. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
4. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
5. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya
6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
7. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
8. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
9. Kanker hati (Liver Cancer)
10. Kelainan pada placenta/ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
11. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
12. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
13. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Resiko kesehatan mental
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia
psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS.
Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After
Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita
yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti berikut ini:
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
1. Kehilangan harga diri (82%)
2. Berteriak-teriak histeris (51%)
3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
6. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Diluar hal-hal tersebut diatas
para wanita yang melakukan aborsi akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak
hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar