Senin, 04 November 2013

aku dan senja


Aku dan kamu. Dulu tiga kata itu menjadi kita.
Masih bolehkah aku membicarakan masa lalu ?
Kalau boleh aku bercerita, dulu kau bagai langit senja, indah dan merah. Sebuah senja yang sempurna dibentangkan dilangit. Aku ? dan aku lah awan yang menari indah di bawah mu, aku lah awan yang memperindah gagahmu. Aku bergelombang dengan angkuh, aku sesuka hatiku. Sampai aku tega menghitamkan senjamu, aku bisa saja tiba-tiba menjadi dinding yang tinggi dan menutupi cerahmu, menghitamkan jinggamu. Melampiaskan semua keegoisanku. Aku menodai senjamu dengan hujanku. Aku menghitamkan senjamu dengan guruhku. dan anginpun merayu ku.
Awan lupa diri, ia terlalu sesuka hati. Sampai ia lupa, alasan langit senja itu merah. Ia lupa kalau langit senja itu indah bukan hanya karna dia. Awan tidak tau kalau bahkan langit punya sesuatu yang lebih membanggakan dari dia, awan tidak pernah sadar kalau langit punya mataharinya. Yang menyembur dari pongahnya, warna merah yang melebihi merahnya darah, melebihi kentalnya getir dan melebihi geloranya cinta. Senja itu di lengkapi kepingan matahari merah bergerigi, tidak megah dan tidak pongah. Yang tidak memaksa menyeruakkan warna-warna ke atasnya. Yang ikhlas meninggi dan memerah kembali saat senja sudah lelah dengan dinginnya awan.
Bahkan langit senja tanpa awan tetap indah asalkan mataharinya setia menemani.
Sekarang ?
Semua sudah berbalik arah, senja sudah berjodoh dengan mataharinya. Ada atau tidaknya awan akan sama saja. Ia akan tetap indah, senja itu akan tetap merah. Senja itu akan tetap gagah.
Sekarang, awan terbuang. Awan harus rela melihat senjanya tidak membutuhkannya lagi. Bahkan saat awan tidak bisa membendung tangisnya dan menghitamkan seluruh langit, besok matahari senja akan tetap ada. Tetap akan memerahkan senja kembali. Tetap akan menjadikan nya indah lagi.
Dan sekarang, awan iri. Ia cemburu. Ia bahkan menyesal. Kenapa senjanya sekarang mempunyai yang lebih darinya. Kenapa dulu ia tidak menjaga senjanya. Kenapa ia membiarkan matahari memperindah senjanya lebih dari dia.
Irinya, cemburunya, dan rasa sesalnya membuat ia ingin pergi jauh. Meski ia tidak akan pernah bisa menjauhi senja, ia akan berusaha menggeser tempatnya sedikit. Ia tidak lagi ingin melihat merah itu, ia enggan melihat gagah itu dan hangat rengkuhan senjanya yang dulu. Biarlah ia selalu gelap bersama malam, setidaknya itu akan membantunya melupakan senjanya. Dan semoga bulan tidak menolaknya.

T.T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar